Sejumlah Oknum Mentereng Kuasai Kawasan HPT Bengkulu Utara, Begini Penjelasan UPTD KPHP

0
117

Djituonline.com, Bengkulu Utara – Perambahan kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) wilayah Bengkulu Utara seakan tidak tersentuh oleh hukum, hal tersebut terlihat dari aksi beberapa oknum yang semakin memperluas rambahan di kawasan HPT tersebut.

Para perambah lahan kawasan HPT di Bengkulu Utara diketahui sebagian besar pemodal pribadi yang merugikan negara, karena tidak memiliki izin kelola dan tidak adanya bayar pajak produksi serta tidak adanya izin lainnya

Ketua Divisi Data dan investigasi LSM LIP4D Radiansyah menuturkan, perambah kawasan HPT tersebut yang menanam Kelapa Sawit dan komoditi lain di lahan kawasan merupakan Koruptor dan penjahat lingkungan, mengapa begitu, karena yang dilakukan oleh oknum tersebut telah merugikan negara dan masyarakat, dimana mereka tidak ada izin kelola.

“Mereka yang merambah hpt di wilayah hutan produksi terbatas bengkulu utara merupakan penjahat dan pencuri, disamping mereka menyerobot lahan milik negara dan daerah ini, mereka memperkaya diri dari hasil merambah kawasan ini. Apalagi dari beberapa dari perambah atau pencuri lahan kawasan ini diketahui adalah oknum ASN yang layaknya menjadi tauladan,” Ujar Radiansyah

Menurutnya, dari hasil pantauan dan investigasi LSM LIP4D, HPT yang terletak antara bentangan Kecamatan Pinang Raya hingga Kecamatan Napal Putih, sebagian besar sudah berubah menjadi kebun Kelapa Sawit tanpa ada upaya pencegahan. Bahkan yang lucunya telah dilansir inisial oknum yang menguasai lahan HPT tersebut dari puluhan hingga ratusan hektare tetapi mereka tak tersentuh hukum hingga kini

“Darimana sejarah mereka bisa punya lahan sebanyak itu, memang lahan itu punya nenek moyang dan keluarga mereka apa, sudah tahu siapa yang menggarap lahan di HPT kok gak ada aksen, masak negara kalah oleh oknum-oknum seperti itu,”ujarnya

Karena itu kita merasa heran saat ada pro-kontra terkait saling klaim lahan HPT Kabupaten Bengkulu Utara, dimana perambah pun bersembunyi tanpa ada tersentuh hukum

“HPT nya sudah hancur lebur gitu, tidak ada hutan lagi, yang ada hanya kebun-kebun yang sudah digarap, pasti ada pemiliknya, tangkap pekerja dilapangan beri hukuman yang berat untuk membuat mereka mengaku siapa pemiliknya, kalau sudah terbukti pemiliknya tuntut merusak lingkungan, dendanya bisa membuat mereka bangkrut,” beber Ketua Divisi Data dan investigasi LSM LIP4D

Karena itu, tidak perlu pendataan, sosialisasi
seminar dan diskusi, karena menghabiskan uang negara saja

“Melihat kondisi kawasan hpt milik bengkulu utara saat ini, tidak diperlukan kompromi atau sejenisnya, lebih baik kalau memang ada anggaran, undang pihak APH. Kawal dan buldoser semua lahan kelapa sawit perambah itu bila perlu tangkap dan tuntut perambah itu dengan tudingan membuat usaha illegal, penggelapan pajak, perusak lingkungan, ancaman berlapis lah, baru HPT kita bengkulu utara ini bisa selamat,” tegasnya.

HPT menurutnya memang harus diselamatkan, karena semakin banyak orang-orang terutama warga tempatan yang tidak memiliki lahan.

“Kalau memang mau bukti, datanglah ke desa-desa sekitaran kawasan hpt itu, banyak kondisi masyarakat yang memprihatinkan dibawah garis kemiskinan, karena tidak ada lagi lahan yang bisa diolah, akibat dikuasai oleh para penjahat tanah yang memiliki luasan lahan. Kalau mau beli harganya mahal tak terbeli, jadi yang miskin semakin miskin saat ini. Ke depan ini jadi sumber pemantik konflik sosial yang dahsyat dan perlu dipikirkan sejak sekarang,”ujarnya.

Jika HPT di Kabupaten Bengkulu Utara dapat dikembalikan keutuhannya ke negara, lahan-lahan itu dapat didistribusikan untuk warga miskin dan tidak punya lahan di Bengkulu Utara.

“Kalau lahan HPT itu sudah kosong dari kelapa sawit, bisa dilaksanakan program transmigrasi lokal, perhutanan sosial atau program lainnya, pindahkan mereka yang tidak punya lahan kesana. Untuk pemodal dan Cukong biar saja, mereka sudah punya kekayaan sedangkan bagi warga untuk bertahan hidup,” tutur Kepala bidang data dan investigasi LSM LIP4D

Kepala UPTD KPHP Bengkulu Utara, Harry Kurnia Setiawan. SP, ketika dikonfirmasi awak media djituonline.com beberapa waktu yang lalu mengatakan, hingga saat ini pihaknya terus berupaya untuk pencegahan terhadap perambahan kawasan HPT di wilayah Bengkulu Utara. Berbagai kendala menjadi problem untuk dilaksanakan penertiban

“Pihak kita tidak tinggal diam, berbagai upaya kita laksanakan, hanya saja banyak keterbatasan yang dimiliki oleh UPTD KPHP Bengkulu Utara, salahsatunya adalah terkait terbatasnya anggaran dan keterbatasan SDM, sehingga ruang gerak kami juga terkendala, tapi kami tidak tinggal diam,” katanya

Disinggung mengenai luasan kawasan HPT yang dikuasai para pemodal dan cukong tanah dengan luasan per oknumnya cukup fantastis tersebut, Harry, menegaskan bahwa oknum-oknum tersebut tetap perambah dan penjahat lingkungan

“Ketika mereka tidak mengantongi izin kelola, para oknum yang menguasai tanah milik negara dikawasan HPK, HPT dan HL, status mereka tetap disebut perambah dan penjahat lingkungan,” tegas Kepala UPTD KPHP Bengkulu Utara

Ketika disampaikan dihadapan Kepala UPTD KPHP Harry Kurnia Setiawan. SP, sederet nama-nama mentereng yang menempati kawasan HPT tersebut, Beliau dengan tegas mengatakan, siapapun oknum yang berada dan menguasai kawasan HPT tidak memiliki izin resmi maka mereka harus mempertanggungjawabkan diri ketika akan muncul resiko di kemudian hari.

“Oknum atas nama, Mislam, Ateng unit 7, Sabu Simamora, Gem Sejahtera, Firdaus Kepala Sekolah STM, Kaman Kepala Sekolah SMA 2, Syap King Motor, Fajar, Niko Wakiram, Narun, Sukran, Sugeng, Suyanto, Asep Erlangga, Agus Irawan dan nama-nama mentereng lainnya, yang hingga saat ini tidak memiliki izin kelola, meraka harus berani bertanggung jawab atas perbuatannya di hadapan hukum, bila nanti terjadi resiko seperti yang dialami oleh Moris Sipayung,” sampai Harry Kurnia Setiawan dengan awak media, Senen (12/08/2024) diruang kerjanya

Kemudian Harry Kurnia Setiawan, membeberkan dan menawarkan progam yang akan diterapkan terhadap para perambah lewat Perhutanan Sosial (PS). Dengan program tersebut diharapkan perambah akan mendapat izin dan hak kelola atas lahan kawasan yang dikuasai, sehingga kedepannya mereka akan di awasi dan di bina lewat UPTD KPHP Bengkulu Utara.

“Dengan berbagai konflik yang terjadi dikawasan hpt ini, kita tidak berpangku tangan saja, berdasarkan koordinasi kita ke pihak kementerian, maka mereka akan kita tertibkan lewat program PS, nantinya dengan program ini mereka terigister dan memiliki hak dan izin kelola, itupun kalau mereka mau, kalau tidak mau urus ya gak apa-apa kok,” imbuhnya

Dikonfirmasi mengenai berapa lama proses pengajuan dari program PS tersebut dan bagaimana status oknum yang menguasai dan mengklaim lahan kawasan HPT tersebut. Kepala UPTD KPHP Bengkulu Utara mengatakan proses tersebut tergantung pihak kementerian, kemudian para oknum yang berada di lahan kawasan HPT tersebut belum mendapatkan SK dari progam maka status tetap disebut Perambah.

“Pihak kita sudah memberi celah dan menawarkan untuk legalisasi mereka lewat program ps, silahkan urus, terhadap proses administrasi dan lainya hingga bisa di ajukan ke kementerian, pihak kita tidak ikut serta. Kita hanya mendistribusikan bentuk format formulir kepada mereka. Mengenai berapa lama proses terbitnya SK PS mereka tergantung dengan pihak kementerian, bila pihak kementerian mengatakan secara administrasi dan lainya cukup maka proses lain seperti pengukuran ulang lahan akan dilaksanakan dan proses lain akan berjalan pula. Saya dengan tegas mengatakan, sebelum terbitnya SK PS kepada mereka maka status mereka tetap perambah dan penjahat lingkungan,” tegasnya

“Untuk diketahui, para perambah ini sebelum adanya ketentuan legalitas dan izin maka mereka bisa dikenakan tindak pidana kehutanan berupa mengerjakan, dan/atau menggunakan dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah pada paragraf 4 angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana paling tinggi 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 7.500.000.000,- (tujuh miliar lima ratus ribu rupiah). tukas Harry Kurnia Setiawan. (R***)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here